Pengertian Logika Aristoteles, logika deduktif, dan
logika induktif
Ditinjau dari segi asal kata, maka kata ‘logika’ adalah dari kata
‘logos’ yang berarti ‘pengertian atau pemikiran atau ilmu’. Sedangkan ditinjau
dari makna esensialnya, maka logika adalah ‘cabang dari filsafat ilmu
pengetahuan dan logika juga merupakan bagian yang sangat mendasar dalam
kerangka berfikir filsafat’. Berdasarkan pengertian tersebut maka logika
merupakan bagian yang sangat penting atau mendasar dalam studi filsafat ilmu
pengetahuan (Oesman, A. 1978; Copi, I.M. 1978).
1)
Logika Aristoteles
Logika Aristoteles, sebagaimana disinggung, berpusat dan berpuncak pada apa
yang disebut dengan silog isme. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri atas
tiga proposisi. Setiap proposisi dapat dibedakan atas dua unsur: (1) tentang
apa sesuatu dikatakan yang disebut “subjek”, (2) apa yang di katakan yang
disebut “predikat”. Argumentasi silogisme menurunkan proposisi ketiga dari dua
proposisi yang sudah diketahui. Kunci memahami silogisme adalah term yang
dipakai dalam putusan pertama maupun kedua
Sumber berfikir logika Aristoteles adalah apa yang disebut 10 kategori,
yang terdiri atas 1 substansi dan 9 aksidensi. Konsep tentang substansi ini
diambil dari Plato, gurunya. Dari 10 kategori ini logika Aristoteles kemudian
menyusun abstraksi-abstraksi lewat aturan yang di sebut dengan silogisme.
Dengan demikian, pengetahuan, dalam pandangan logika Aristoteles adalah
abstraksi-abstraksi pikiran dari hasil tangkapannya tentang substansi dan
kategori-kategori
2)
Logika induktif
Logika induktif adalah ‘sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip
penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum
yang bersifat boleh jadi’
Pemakaian logika induktif ini berbahaya karena bisa terjadi terlalu cepat
mengambil kesimpulan yang berlaku umum, sementara jumlah kasus yang digunakan
dalam premis kurang memadai. Selain itu pula, kemungkinan premis yang digunakan
kurang memenuhi kaedah-kaedah ilmiah. Ciri-ciri logika induktif antara lain:
a)
Sintesis : Kesimpulan ditarik dengan mensintesakan kasus-kasus
yang digunakan dalam premis-premis.
b)
General : Kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah
kasus yang lebih banyak
c)
Aposteriori : Kasus-kasus yang dijadikan landasan argumen
merupakan hasil pengamatan inderawi
d)
Kesimpulan tidak mungkin mengandung nilai kepastian
mutlak (ada aspek probabilitas)
Secara umum, logika induktif sulit untuk dibuktikan kebenaran/ke-reliable-annya
dilihat dari ciri-cirinya. Sebagai contoh:
Strong
Inductive/Induktif kuat
a)
Besi (logam) apabila dipanaskan memuai
b)
Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai
c)
Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai
d)
Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila
dipanaskan akan memuai.
e)
Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila
dipanaskan akan memuai.
Weak
Inductive/Induktif lemah
a)
Apel di Toko A rasanya manis
b)
Apel di Toko B rasanya manis
c)
Apel di Toko C rasanya manis
d)
Jadi, semua apel rasanya manis.
Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang
rasanya masam.
Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa
diambil kesimpulan bahwa logika induktif bisa menjadi reliable ketika
kebanyakan orang sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut pendapat
kebanyakan orang secara global.
3)
logika deduksi
Pengertian logika deduktif adalah ‘sistem penalaran yang menelaah
prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya (form) serta
kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian yang diturunkan dari pangkal
pikiran yang jernih atau sehat’. Atau logika deduktif adalah ‘suatu ilmu yang
mempelajari asas-asas atau hokum-hukum dalam berfikirm hokum-hukum tersebut
harus ditaati supaya pola berfikirnya benar dan mencapai kebenaran’ (Sudiarja,
dkk., 2006; Copi, I.M. 1978).
Dalam kajian logika deduktif, secara umum macam-macam definisi dibedakan
menjadi tiga, yaitu:Definisi nominalis, yaitu ‘definisi yang menjelaskan sebuah
istilah’. Definisi nominalis dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) definisi
sinonim, yaitu penjelasan dengan memberi arti persamaan dari istilah yang
didefinisikan. Contoh: Valid adalah ‘sahih’; Sawah-ladang adalah ‘lahan
pertanian terbuka’, Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi tempat
mendidik mahasiswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan sebagainya;
(2) definisi simbolik, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan dari
istilah berbentuk simbol-simbol. Contoh, ( p => q ) = df – ( p Λ – q ), di
baca, Jika p maka q, didefinisikan non (p dan non q); dan (3) definisi
etimologis, yaitu penjelasan istilah dengan memberikan uraian asal usul istilah
atau kata tersebut. Contoh. pengertian kata ‘filsafat’ berasal dari bahwa
Yunani terdiri dari kata ‘philein’ yang berarti cinta dan ‘sophia’ yang berarti
kebijaksanaan, dan sebagainya.
Definisi realis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu atau hal yang ditandai
oleh suatu istilah’. Definisi realis dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) definisi
essensial, yaitu penjelasan dengan cara menguraikan bagian penting atau
mendasar tentang sesuatu hal yang didefinisikan. Contoh, definisi ‘manusia’,
adalah makhluk yang mempunyai unsur jasad, jiwa dan ruh; Definisi ‘nilai’,
adalah sesuatu yang diagungkan atau dijadikan pedoman hidup; (2) definisi
deskriptif, yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat atau ciri-ciri
yang dimiliki oleh sesuatu yang didefinisikan. Contoh, Bangsa Indonesia adalah
‘bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi dan keadilan’, dan sebagainya.
Definisi praktis, yaitu ‘penjelasan tentang sesuatu istilah atau kata dari
segi manfaat dan tujuan yang hendak dicapai’. Contoh: (1) ‘filsafat’ adalah
‘pemikiran secara kritis, sistematis, rasional, logis, mendalam dan menyeluruh
untuk mencari hakikat kebenaran’; (2) ‘Universitas atau Institut’ adalah
lembaga pendidikan tinggi untuk mendidik dan mencetak sarjana yang berkualitas
yang berguna bagi masyarakat’ (Mundiri, 1994; Maram.R.R. 2007). Ciri-ciri dari
logika deduktif adalah:
a)
Analitis : Kesimpulan daya tarik hanya dengan
menganalisa proposisi-proposisi atau premis-premis yang sudah ada
b)
Tautologies : Kesimpulan yang ditarik sesungguhnya
secara tersirat sudah terkandung dalam premis-premisnya
c)
Apirori :Kesimpulan ditarik tanpa pengamatan indrawi
atau operasi kampus.
d)
Argument deduktif selalu dapat nilai sahih atau
tidaknya.
Penyimpulan deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari prinsip atau dalil
atau kaidah atau hukum menuju contoh-contoh (kesimpulan dari umum ke khusus).
Contoh:
(a) Setiap
agama mengakui adanya Tuhan; – Budiman pemeluk agama Islam; – Jadi, Budiman
mengakui (beriman) kepada Tuhan Yang Esa;
(b) Universitas
Gadjah Mada mempunyai beberapa fakultas dan program studi; – Ani mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; – Jadi, Ani mahasiswa Prodi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Logika
deduktif bisa berbahaya apabila salah dalam mengambil/menyusun kesimpulan.
Sebagai contoh:
a)
Pasir adalah material dasar sungai (premis major)
b)
Lempung adalah
material dasar sungai (premis minor)
c)
Lempung adalah pasir (kesimpulan)
d)
Semua karyawan di PT. Anaconda mempunyai IQ tinggi
(premis major)
e)
Komar bukan karyawan di PT. Anaconda (premis minor)
f)
Komar tidak ber-IQ tinggi (kesimpulan)
Kesalahan ini sering terjadi karena menganggap kata “adalah” selalu berarti
“sama dengan”. Perlu diingat bahwa kata “adalah” tidak selalu berarti “sama
dengan”.